BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masih tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun
1990-an mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia tahun
2003 adalah 307/100.000 kelahiran hidup dan penurunan AKI pada tahun tersebut
mencapai 32% dari kondisi tahun 1990. Keadaan ini masih jauh dari target
harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi
(AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinas kesehatan Provinsi
Lampung, 2006 : 1).
Penyebab kematian ibu adalah komplikasi
pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat
waktu. Menurut data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 sebab
kematian ibu karena perdarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi
puerperium 8%, emboli Obstetri 3% dan lain-lain 11%. Sedangkan penyebab
kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%,
tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty,
2006 : 1).
Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa
upaya telah dilakukan. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah
dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001 telah dilancarkan Rencana
Strategi Nasional making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah :
a.
Setiap persalinan, ditolong
oleh tenaga kesehatan terlatih
b.
Setiap komplikasi Obstetri
dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat;
c.
Setiap wanita usia subur
mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran.
Realisasi dari MPS tersebut di tingkat
Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan
rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu memberikan Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Koesno, 2004 : 3). Puskesmas mampu PONED
menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan dan mendekatkan
akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin karena komplikasi
dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga atau diramalkan sebelumnya
(Dinas Kesehatan Provinsi 2006 : 1). Pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan
melatih tenaga dokter, perawat dan bidan serta melengkapi sarana dan prasarana
sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan diharapkan dapat mencegah dan
menangani komplikasi kehamilan dan persalinan sehingga dapat menurunkan AKI dan
AKB. Puskesmas Perawatan Panjang Kota dengan cakupan ibu hamil resiko tinggi
228 orang dari 1140 ibu hamil pada tahun 2006, (Laporan Puskesmas Rawat Inap KP
Kotamadya Bandar Lampung 2007 : 1). Maka dari hasil evaluasi tahun 2006
Puskesmas Panjang ditunjuk untuk dikembangkan menjadi Puskesmas mampu PONED
sejak bulan Oktober 2006 (Laporan Puskesmas Perawatan Panjang 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas.
2.
Tujuan
Agar
dapat mengetahui garis besar poned di puskesmas, bagaimana kinerja poned di
puskesmas, dan peran serta bidan dalam pelaksanaan poned.
BAB II
ISI
A.
Pengertian PONED
PONED merupakan kepanjangan dari
Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk
dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu
dokter, bidan, perawat dan tim PONED Puskesmas beserta penanggung jawab
terlatih.
Pelayanan Obstetri Neonatal
Esensial Dasar dapat dilayani oleh puskesmas yang mempunyai fasilitas
atau kemampuan untuk penangan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar.
Puskesmas PONED merupakan puskesmas yang siap 24 jam, sebagai rujukan antara
kasus-kasus rujukan dari polindes dan puskesmas. Polindes dan puskesmas non
perawatan disipakan untuk mealkukuan pertolongan pertama gawat darurat obstetri
dan neonatal (PPGDON) dan tidak disiapkan untuk melakukan PONED.
B.
Batasan Dalam PONED
Dalam PONED bidan boleh memberikan :
a.
Injeksi antibiotika
b.
Injeksi uterotonika
c.
Injeksi sedative
d.
Plasenta manual
e.
Ekstraksi vacuum
f.
Tranfusi darah
g.
Operasi SC
C.
Indikator kelangsungan dari
PUSKESMAS PONED
a.
Kebijakan tingkat PUSKESMAS
b.
SOP (Sarana Obat Peralatan)
c.
Kerjasama RS PONED
d.
Dukungan Diskes
e.
Kerjasama SpOG
f.
Kerjasama bidan desa
g.
Kerjasama Puskesmas Non
PONED
h.
Pembinaan AMP
i.
Jarak Puskesmas PONED dengan
RS
D.
Kriteria Rumah Sakit PONED
yaitu :
a.
Ada rawat inap
b.
Ada Puskesmas binaan – Rumah
Sakit tipe C
E.
Tujuan PONED
PONED diadakan bertujuan untuk
menghindari rujukan yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai
rujukan itu sendiri.
F.
Hambatan dan Kendala dalam
penyelenggaraan PONED
Hambatan dan kendala dalam
penyelenggaraan PONED dan yaitu :
a.
Mutu SDM yang rendah
b.
Sarana prasarana yang kurang
c.
Ketrampilan yang kurang
d.
Koordinasi antara Puskesmas
PONED dan RS PONEK dengan Puskesmas Non PONED belum maksimal
e.
Kebijakan yang kontradiktif
(UU Praktek Kedokteran)
f.
Pembinaan terhadap pelayanan
emergensi neonatal belum memadai
G.
Tugas Puskesmas PONED
a.
Menerima rujukan dari
fasilitas rujukan dibawahnya, Puskesmas pembantu dan Pondok bersalin Desa
b.
Melakukan pelayanan
kegawatdaruratan obstetrik neonatal sebatas wewenang
c.
Melakukan rujukan kasus
secara aman ke rumah sakit dengan penanganan pra hospital.
H.
Syarat Puskesmas Poned
a.
Pelayanan buka 24 jam
b.
Mempunyai Dokter, bidan,
perawat terlatih PONED dan siap melayani 24 jam
c.
Tersedia alat transportasi
siap 24 jam
d.
Mempunyai hubungan kerjasama
dengan Rumah Sakit terdekat dan Dokter Spesialis Obgyn dan spesialis anak
I.
Petugas pelaksana PONED :
a.
Dokter umum 2 orang
b.
Bidan 8 orang
c.
Perawat
d.
Petugas yang telah mendapat
pelatihan PONED
J.
Pelayanan yang dilaksanakan
Pelayanan PONED
a.
Pelayanan KIA/KB
b.
Pelayanan ANC & PNC
c.
Pertolongan Persalinan
normal
d.
Pendeteksian Resiko tinggi
Bumil
e.
Penatalaksanaan Bumil Resti
f.
Perawatan Bumil sakit
g.
Persalinan Sungsang
h.
Partus Lama
i.
KPD
j.
Gemeli
k.
Pre Eklamsia
l.
Perdarahan Post Partum
m.
Ab. Incomplitus
n.
Distosia Bahu
o.
Asfiksia
p.
BBLR
q.
Hypotermia
r.
Komponen pelayanan maternal
-
Pre eklamsia/eklamsia
-
Tindakan obstetri pada
pertolongan persalinan
-
Perdarahan postpartum
-
Infeksi nifas
s.
Komponen pelayanan neonatal
-
Bayi berat lahir rendah
-
Hipotermi
-
Hipoglikemi
-
Ikterus/hiperbilirubinemia
-
Masalah pemberian nutrisi
-
Asfiksia pada bayi
-
Gangguan nafas
-
Kejang pada bayi baru lahir
-
Infeksi neonatal
-
Rujukan dan transportasi
bayi baru lahir
K. Faktor pendukung keberhasilan PONED Puskesmas antara lain
a.
Adanya Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JKRS, Jamkesmas)
b.
Sistem rujukan yang mantap
dan berhasil
c.
Peran serta aktif bidan desa
d.
Tersedianya
sarana/prasarana, obat dan bahan habis pakai
e.
Peran serta masyarakat, LSM,
lintas sektoral dan Stage Holder yang harmonis.
f.
Peningkatan mutu pelayanan
perlu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan standart pelayanan minimal.
L. Rujukan dan Transportasi
Keadaan yang paling ideal
untuk merujuk adalah rujukan antepartum. Apabila terjadi kedaruratan pada ibu
maupun janin dan kehamilan harus segera diterminasi serta memerlukan rujukan ke
fasilitas yang paling lengkap, maka akan timbul masalah baik ibu maupun bayi.
Sistem Rujukan dan Transportasi
-
Perhatikan
regionalisasi. Rujukan perinatal dalam menentukan tujuan rujukan, sehingga
dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar.
-
Puskesmas
merupakan penyaring kasus yang perlu dirujuk sesuai dengan resiko, jarak dan
factor lainnya.
-
Memberi
informasi kesehatan dan prognosis pasien dan melibatkan keluarga dalam
mengambil keputusan untuk merujuk.
-
Melengkapi
syarat rujukan (persetujuan tindakan, surat rujukan, catatan medis)
-
Merujuk
pasien dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan ruangan dalam kendaraan yang
digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka
selama transtortasi.
Data
yang Harus Disediakan
Data
yang harus diinformasikan :
-
Identitas
pasien
-
TTV
-
Tindakan
/ prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan
-
Bila
tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada.
Syarat
untuk Melakukan Transportasi
-
Pasien
dalam keadaan stabil
-
Pasien
harus dalam keadaan hangat
-
Kendaraan
pengangkut juga harus dalam keadaan hangat
-
Didampingi
oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan tindakan, minimal ventilasi
-
Tersedia
peralatan dan obat yang dibutuhkan
Peralatan dan Obat yang Diperlukan
-
Idealnya
untuk bayi, dirujuk dengan menggunakan incubator transport
-
Peralatan
dan obat-obatan minimal yang harus tersedia :
a.
Alat
resusitasi lengkap
b.
Obat-obatan
emergensi
c.
Selimut
penghangat
d.
Alat
untuk melakukan pemasangan jalur intravena
e.
Oksigen
dalam tabung
Pemberian oksigen (Bayi)
-
Indicator
pemberian oksigen :
a.
Bayi
mengalami sianosis sentral (warna kebiruan disekitar bibir) dan akral (warna
kebiruan di kuku, tangan dan kaki)
b.
Bayi
mengalami membutuhkan pengawasan
-
Pemberian
oksigen membutuhkan pengawasan
-
Jumlah
oksigen yang diberikan :
a.
Melalui
kateter nasal 2-3 L/menit (konsentrasi 21%)
b.
Melalui
sungkup 4-5 L/menit (konsentrasi 40%)
c.
Melalui
headbox 6-8 L/menit (konsentrasi >50%)
-
Kecukupan
kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral.
Pengawasan Suhu
Pengawasan
suhu dan menjaga kehangatan, terutama bayi selama transportasi menjadi suatu
keharusan. Suhu normal axilla 36.5-37.5 °C.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus
Essensial Dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter.
Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan
tim PONED Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih. Dalam PONED bidan boleh
memberikan.
a.
Injeksi antibiotika
b.
Injeksi uterotonika
c.
Injeksi sedative
d.
Plasenta manual
e.
Ekstraksi vacuum
B. Saran
Dengan
penulisan makalah ini penulis berharap pembaca bisa memanfaatkan makalah ini
dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar