Jumat, 04 Mei 2012

Atonia Uteri


“ATONIA UTERI”
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam persalinan, tak lepas dari komplikasi yang terjadi pada ibu akibat berbagai factor. Komplikasi yang terjadi seperti perdarahan post partum yang salah satunya diakibatkan oleh kontraksi uterus yang kurang baik (atonia uteri).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).

B.     Rumusan Masalah
a.       Menjelaskan tentang pengertian atonia uteri
b.      Menjelaskan factor penyebab terjadinya atonia uteri
c.       Menjelaskan cara penanganan atau penatalaksanaan atonia uteri

C.     Tujuan
a.       Mengetahui dan memahami tentang atonia uteri
b.      Menambah pengetahuan tentang atonia uteri
c.       Dapat mengetahui mengenai pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan atonia uteri.



BAB II
ISI
A.    Landasan Teori Persalinan dengan Atonia Uteri
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
1.      Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
a.       Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b.      Kehamilan gemelli
c.       Janin besar (makrosomia)
2.      Kala satu atau kala 2 memanjang
3.      Persalinan cepat (persalinan persipitatus)
4.      Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5.      Infeksi intrapartum
6.      Multiparitas tinggi
7.      Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre eklamsi / eklamsia.
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah :
1.      Umur : umur yang terlalu muda atau tua
2.      Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grademultipara
3.      Obstetri operatif dan narkosa
4.      Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5.      Kelainan pada uterus seperti mioma uteri
6.      Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi
Penatalaksanaan Atonia Uteri :
1.      Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2.      Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
3.      Pastikan bahwa kantung kemih kosong
Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
4.      Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit
Kompresi uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi.
5.      Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal
Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6.      Keluarkan tangan perlahan-lahan.
7.      Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi)
Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus.
8.      Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer laktat + 20 umit oksitosin.
9.      Ulangi kompresi bimanual internal
KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
10.  Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka dinding uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi.
11.  Lanjutkan infuse ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama peredarahan. (APN 2007).
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
B.     Faktor Penyebab Terjadi
1.      Overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.      Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3.      Multipara dengan jarak keahiran pendek
4.      Partus lama / partus terlantar
5.      Malnutrisi
6.      Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

C.     Manifestasi Klinik
a.       Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b.      Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

D.    Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
E.     Manajemen Atonia Uteri
1.      Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2.      Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik).
·         Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
·         Jika uterus tidak berkontraksi
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
·         Jika uterus berkontraksi
Teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
·         Jika uterus tidak berkontraksi
Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.

3.      Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.
Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

4.      Uterine Lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

5.      Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
·         Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
·         Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
·         Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL
a.       Peralatan  : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
b.      Teknik      : Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan.
1.      Eksplorasi dengan tangan kiri.
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.
2.      Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas.
3.      Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar.
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.



BAB III
KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA Ny. “B”
1 HARI POST PARTUM DENGAN ATONIA UTERI DI BPS Hj. SRI,PADANG
TANGGAL 27 OKTOBER 2011
            Tanggal           : 27 Oktober 2011                                           No. RM           : 00503912
            Pukul               : 19.00 WIB
I.       Pengumpulan Data
A.    IDENTITAS
Nama Ibu              : Ny. Boer                               Nama Suami    : Tn. Tarno
Umur                     : 21 tahun                                Umur               : 26 tahun
Agama                   : Islam                                     Agama             : Islam
Suku                      : Minang                                  Suku                : Minang
Pendidikan                        : SMP                                      Pendidikan      : SD
Pekerjaan               : Tani                                       Pekerjaan         : Tani
Alamat                   : Jl. Paus No. 34,                     Alamat                        : Jl. Paus No.34,
                                Siteba, Padang                                                Siteba, Padang

Keluarga yang dapat dihubungi :
Nama                     : Ny. Mina
Alamat                   : Jl. Paus No. 34, Siteba, Padang
No. Telp                : 081374247368

B.     ANAMNESA
1.      Keluhan Utama           : Ibu mengatakan nyeri pada bagian perut
  Ibu mengatakan sedikit nyeri saat BAB dan BAK
  Ibu mengatakan merasa kelelahan sekali
2.      Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas lalu           : Tidak ada
3.      Riwayat persalinan sekarang :
a.       Waktu persalinan   : Kamis/26 Oktober 2011, pukul 16.00 WIB
b.      Tempat persalinan : BPS Hj. Sri, Padang
c.       Ditolong oleh        : Bidan
d.      Jenis persalinan      : Spontan
e.       Lama persalinan
·         Kala I   : 14 jam
·         Kala II : 1 jam
·         Kala III            : 1 jam
·         Kala IV: 2 jam
f.       Ketuban
·         Warna  : Jernih
·         Jumlah : 350 cc
·         Bau      : Amis
g.      Bayi
·         JK                    : Perempuan
·         A/S                  : 7/10
·         BB                   : 3200 gram
·         PB                    : 45 cm
·         Moulage           : 0 (tidak ada)
·         Kelainan          : Tidak ada
h.      Plasenta
·         Ukuran             : Normal
·         Insersi              : Fundus
·         Kotiledon        : Lengkap
·         Kelainan          : Tidak ada
i.        Perdarahan selama persalinan        : 530 cc
j.        Komplikasi persalinan                   : Atonia Uteri

4.      Riwayat Kontrasepsi
a.       Jenis Kontrasepsi   : Tidak ada
b.      Lama Pemakaian   : Tidak ada
c.       Keluhan                 : Tidak ada

5.      Riwayat Kesehatan
a.       Jantung                  : Tidak ada
b.      Ginjal                     : Tidak ada
c.       DM                        : Tidak ada
d.      Hipertensi              : Tidak ada
e.       Hepatitis                : Tidak ada

6.      Status Perkawinan
a.       Usia nikah pertama kali     : 20 tahun
b.      Status perkawinan             : Sah
c.       Lama perkawinan              : 1 tahun
d.      Pernikahan ke                    : 1 (pertama)

7.      Pola Nutrisi
a.       Makan
·         Frekuensi         : 2 x sehari                  
·         Menu               : Nasi 1 porsi sdg,
  Tahu 1 ptg sdg.
·         Keluhan           : Mual
b.      Minum
·         Frekuensi         : 5 kali sehari
·         Jumlah             : 2,5 L sehari
·         Keluhan           : Tidak ada

8.      Pola Eliminasi
a.       BAK
·         Frekuensi         : 6-7 x sehari
·         Warna              : Kuning jernih
·         Keluhan           : Nyeri saat berkemih
b.      BAB
·         Frekuensi         : Tidak Teratur
·         Konsistensi      : Keras
·         Warna              : Kuning Kecoklatan
·         Keluhan           : Sulit BAB

9.      Pola Istirahat dan Tidur
a.       Istirahat Siang       : Tidak ada
b.      Istirahat Malam     : 5-6 jam
c.       Keluhan                 : Kurang tidur

10.  Personal hygiene        
a.       Mandi                                : 2x sehari
b.      Gosok Gigi                        : 2x sehari
c.       Keramas                            : 3x seminggu
d.      Ganti Pembalut                 : 3x sehari
e.       Ganti Pakaian                    : 2x sehari
f.       Perawatan Payudara          : 2-3x sehari

11.  Olahraga
a.       Senam Nifas          : Tidak dilakukan
b.      Frekuensi               : Tidak dilakukan

12.  Pola hidup sehat
a.       Merokok    : Tidak ada
b.      Alcohol      : Tidak ada
c.       Jamu          : Tidak ada

13.  Keadaan Psikologis     : Ibu merespon baik kelahiran bayinya

14.  Keadaan Sosial
a.       Hubungan ibu dengan suami         : Baik
b.      Hubungan ibu dengan keluarga    : Baik
c.       Hubungan ibu dengan tetangga    : Baik

15.  Keadaan spiritual        : Ibu beribadah teratur

C.     DATA OBJECTIVE
a.       Rambut            : Bersih dan tidak berketombe
b.      Wajah              : Tidak oedema
c.       Mata                : Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik
d.      Leher               : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
  Tidak ada pembengkakan kelenjar limfe
e.       Payudara
·         Pengeluaran            : Colostrum (+)
·         Bentuk                    : Simetris kiri dan kanan
·         Putting susu            : Menonjol
f.       Abdomen
·         TFU                                    : 2 jari di bawah pusat
·         Kontraksi                : Kurang baik (perut lembek)
·         Kandung kemih      : Kosong
g.      Genitalia
·         Lochea
-          Warna   : Merah segar
-          Jumlah   : 530 cc
-          Bau       : Amis
·         Perineum     : Tidak ada luka robekan
h.      Ekstremitas      : Tidak oedema, tidak ada varises dan tanda tromboembolli

D.    PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.      Hb                   : 8 gram%



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Atonia Uteri disebut juga sebagai suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (April, 2007).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).

B.     Saran
Untuk teman-teman semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Karena dengan mempelajari makalah ini kita mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, yang sebelumnya belum kita dapatkan. banyak sekali manfaat yang kita dapatkan jika mempelajari makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
James R Scott, et al. 2002. Danforth Buku Saku Obstetric dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetrik. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Heller, Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetric. Jakarta: EGC.
www.google.com