DEPRESI POST PARTUM
1.
PENGERTIAN DEPRESI
POSTPARTUM
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi
7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi
kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan.
Pitt tahun 1988 dalam Pitt(regina dkk,2001) depresi
post parum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan
libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang
didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita
tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam
setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi,
terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung
terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun.
2. PENYEBAB
Pitt (Regina dkk,
2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas
adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin
serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan
terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum
menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses
adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu
tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap
dirawat.
b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik
dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon
secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara
kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada
keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat
setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
c. Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada
akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada
penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001),
mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang
tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya
dukungan dalam perkawinan.1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
2. Karakteristik ibu, yang meliputi :
Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga pikiran mau bunuh diri.
enurut Vandenberg (dalam Cunningham dkk, 1995), menyatakan bahwa keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya.
. Phobia. Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum (Duffet-Smith, 1995).
Menurut Nevid dkk (1997), depresi postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.
Menurut Kruckman
(Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin
dipengaruhi oleh faktor :
a.
Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa
saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara
20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan
bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan
dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut
untuk menjadi seorang ibu.
b.
Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya
adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001)
mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan
primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan
bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan
stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan
suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari
mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.
c.
Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan
yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah,
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak
mereka (Kartono, 1992).
d.
Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup
lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses
persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat
persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
e.
Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang
membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu
karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor
konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan
hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.
3. GEJALA – GEJALA DEPRESI
POSTPARTUM
Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa
gejala depresi postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala
depresi pada umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum,
depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
a.
Mimpi buruk. Biasanya
terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu
sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b.
Insomnia. Biasanya timbul
sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan
depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c.
Kecemasan. Ketegangan,
rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahuinya.
d.
Meningkatnya sensitivitas.
Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan
diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu
harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau
bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau
kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan
yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002)
e.
Perubahan mood.
menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa depresi
postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih –
murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia,
merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan
untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang
ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis
terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan
perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar
memusuhi bayinya.
4.
PATOFISIOLOGI DEPRESI
POSTPARTUM
Para
wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang
menekan. Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, bikimia
atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan
peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan
dokter.
Beberapa
dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar
individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan
bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di
kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis
(penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu
depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk
punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan
hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu
depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan
gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala
tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan
keluarga yang tepat.
Faktor
biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan kadar
hormone pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa
terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan
pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post partum). Perubahan hormone
serupa biasa terjadi pada wanita pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan
fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor factor
yang berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau
bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias
menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit
tiroid menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya
depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan
nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula
kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung. Misalnya
AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya merusak otak;
secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak negative
terhadap kehidupan penderitanya
Secara
umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan.
Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi,
mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood selama
periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi
pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan
pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4
minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah
maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff,
2001).
Depresi
postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk,
2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari
dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan
libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut
Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.
Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan
sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut
dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat
disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem
tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang
disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.
Menurut
Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya
akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi
adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak
terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih
positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan.
Monks dkk
(1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah
melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat
berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa
depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan
dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones
(1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa
postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita
yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan
emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah
gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari
pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan
bahkan sampai satu tahun.
5.
FAKTOR RESIKO
Faktor
resiko:
1.
keadaan hormonal
2.
dukungan sosial
3.
emotional relationship
4.
komunikasi dan kedekatan
5.
struktur keluarga
6.
antropologi
7.
perkawinan
8.
demografi
9.
stressor psikososial dan lingkungan
Hormon
yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid,
progesteron dan estrogen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar