“ATONIA UTERI”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam persalinan, tak lepas dari
komplikasi yang terjadi pada ibu akibat berbagai factor. Komplikasi yang
terjadi seperti perdarahan post partum yang salah satunya diakibatkan oleh
kontraksi uterus yang kurang baik (atonia uteri).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan
lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus
perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih
dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah
kelahiran bayi (Ripley, 1999).
B. Rumusan Masalah
a.
Menjelaskan tentang
pengertian atonia uteri
b.
Menjelaskan factor penyebab
terjadinya atonia uteri
c.
Menjelaskan cara penanganan
atau penatalaksanaan atonia uteri
C. Tujuan
a.
Mengetahui dan memahami
tentang atonia uteri
b.
Menambah pengetahuan tentang
atonia uteri
c.
Dapat mengetahui mengenai
pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan atonia uteri.
BAB II
ISI
A. Landasan Teori Persalinan dengan Atonia Uteri
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya
plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Beberapa faktor Predisposisi
yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia
Uteri, diantaranya adalah :
1.
Yang menyebabkan uterus
membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
a.
Jumlah air ketuban yang
berlebihan (Polihidramnion)
b.
Kehamilan gemelli
c.
Janin besar (makrosomia)
2.
Kala satu atau kala 2
memanjang
3.
Persalinan cepat (persalinan
persipitatus)
4.
Persalinan yang diinduksi
atau dipercepat dengan oksitosin
5.
Infeksi intrapartum
6.
Multiparitas tinggi
7.
Magnesium sulfat digunakan
untuk mengendalikan kejang pada pre eklamsi / eklamsia.
Atonia Uteri juga dapat
timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan
mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum
terlepas dari uterus.
Menurut Roestman (1998),
faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah :
1.
Umur : umur yang terlalu
muda atau tua
2.
Paritas : sering dijumpai
pada multipara dan grademultipara
3.
Obstetri operatif dan
narkosa
4.
Uterus terlalu diregang dan
besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5.
Kelainan pada uterus seperti
mioma uteri
6.
Faktor sosio ekonomi yaitu
mal nutrisi
Penatalaksanaan Atonia Uteri :
1.
Masase Fundus Uteri segera
setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian
kontraksi uterus.
2.
Bersihkan bekuan darah atau
selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks
akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
3.
Pastikan bahwa kantung kemih
kosong
Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus
berkontraksi secara baik.
4.
Lakukan kompresi bimanual
internal selama 5 menit
Kompresi uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi.
5.
Anjurkan keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal
Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara
eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6.
Keluarkan tangan
perlahan-lahan.
7.
Berikan ergometrin 0,2 mg IM
(jangan diberikan jika hipertensi)
Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi
uterus.
8.
Pasang infuse menggunakan
jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer laktat + 20 umit oksitosin.
9.
Ulangi kompresi bimanual
internal
KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin akan
membantu uterus berkontraksi.
10. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka dinding uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi.
11. Lanjutkan infuse ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan. Ringer laktat
akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama peredarahan. (APN
2007).
Atonia uteri merupakan penyebab
terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering
untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi
karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh
darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
B. Faktor Penyebab Terjadi
1.
Overdistention uterus
seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2.
Umur yang terlalu muda atau
terlalu tua
3.
Multipara dengan jarak
keahiran pendek
4.
Partus lama / partus
terlantar
5.
Malnutrisi
6.
Dapat juga karena salah
penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas
dari uterus.
C. Manifestasi Klinik
a.
Uterus tidak berkontraksi
dan lembek
b.
Perdarahan segera setelah
anak lahir (post partum primer)
D. Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III
dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai
pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian
oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip
100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu
karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan
mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan
onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin
4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin
bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
E. Manajemen Atonia Uteri
1.
Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal
yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan
golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2.
Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri
segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik).
·
Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
·
Jika uterus tidak
berkontraksi
Bersihkanlah
bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong.
Lakukan kompresi bimanual
internal (KBI) selama 5 menit.
·
Jika uterus berkontraksi
Teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan
pantau kala empat dengan ketat.
·
Jika uterus tidak
berkontraksi
Anjurkan
keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan
perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500
ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.
Jika uterus berkontraksi,
pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
Jika uterus tidak
berkontraksi maka rujuk segera.
3.
Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan
frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek
samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara
IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat
juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus
0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi,
dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau
IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5
tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.
Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk
mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka
kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh
atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk
mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
4.
Uterine Lavage dan Uterine
Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air
panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia
uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri
menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk
memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih
kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan
tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat
mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika
broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam,
sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing
diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi.
5.
Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan
angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk
melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang
sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan
ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.
Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa
uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus
mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
·
Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang,
untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke
medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna
dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang
non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada
vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis
harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
·
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi
perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
·
Histerektomi
Histerektomi
peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan
pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per
10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.
KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL
a.
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat
gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
b.
Teknik : Basuh genetalia eksterna dengan larutan
disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan.
1.
Eksplorasi dengan tangan
kiri.
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.
2.
Tangan kanan (luar) menekan
dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas.
3.
Tangan dalam menekan uterus
keatas terhadap tangan luar.
Ia
tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga
menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani
tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol
bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna. Bila
uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi
bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.
BAB III
KASUS
ASUHAN
KEBIDANAN IBU NIFAS PADA Ny. “B”
1
HARI POST PARTUM DENGAN ATONIA UTERI DI BPS Hj. SRI,PADANG
TANGGAL
27 OKTOBER 2011
Tanggal : 27 Oktober 2011 No.
RM : 00503912
Pukul : 19.00 WIB
I.
Pengumpulan Data
A. IDENTITAS
Nama Ibu : Ny. Boer Nama Suami : Tn. Tarno
Umur : 21 tahun Umur : 26 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Minang Suku : Minang
Pendidikan : SMP Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tani Pekerjaan : Tani
Alamat : Jl. Paus No. 34, Alamat : Jl. Paus No.34,
Siteba, Padang Siteba, Padang
Keluarga
yang dapat dihubungi :
Nama : Ny. Mina
Alamat : Jl. Paus No. 34, Siteba,
Padang
No. Telp : 081374247368
B. ANAMNESA
1.
Keluhan Utama : Ibu mengatakan nyeri pada bagian
perut
Ibu mengatakan sedikit nyeri saat BAB dan BAK
Ibu mengatakan merasa kelelahan sekali
2.
Riwayat Kehamilan,
Persalinan dan Nifas lalu :
Tidak ada
3.
Riwayat persalinan sekarang
:
a.
Waktu persalinan : Kamis/26 Oktober 2011, pukul 16.00 WIB
b.
Tempat persalinan : BPS Hj. Sri, Padang
c.
Ditolong oleh : Bidan
d.
Jenis persalinan : Spontan
e.
Lama persalinan
·
Kala I : 14 jam
·
Kala II : 1 jam
·
Kala III : 1 jam
·
Kala IV: 2 jam
f.
Ketuban
·
Warna : Jernih
·
Jumlah : 350 cc
·
Bau : Amis
g.
Bayi
·
JK : Perempuan
·
A/S : 7/10
·
BB : 3200 gram
·
PB : 45 cm
·
Moulage : 0 (tidak ada)
·
Kelainan : Tidak ada
h.
Plasenta
·
Ukuran : Normal
·
Insersi : Fundus
·
Kotiledon : Lengkap
·
Kelainan : Tidak ada
i.
Perdarahan selama persalinan : 530 cc
j.
Komplikasi persalinan : Atonia Uteri
4.
Riwayat Kontrasepsi
a.
Jenis Kontrasepsi : Tidak ada
b.
Lama Pemakaian : Tidak ada
c.
Keluhan : Tidak ada
5.
Riwayat Kesehatan
a.
Jantung : Tidak ada
b.
Ginjal : Tidak ada
c.
DM : Tidak ada
d.
Hipertensi : Tidak ada
e.
Hepatitis : Tidak ada
6.
Status Perkawinan
a.
Usia nikah pertama kali : 20 tahun
b.
Status perkawinan : Sah
c.
Lama perkawinan : 1 tahun
d.
Pernikahan ke : 1 (pertama)
7.
Pola Nutrisi
a.
Makan
·
Frekuensi : 2 x sehari
·
Menu : Nasi 1 porsi sdg,
Tahu 1 ptg sdg.
·
Keluhan : Mual
b.
Minum
·
Frekuensi : 5 kali sehari
·
Jumlah : 2,5 L sehari
·
Keluhan : Tidak ada
8.
Pola Eliminasi
a.
BAK
·
Frekuensi : 6-7 x sehari
·
Warna : Kuning jernih
·
Keluhan : Nyeri saat berkemih
b.
BAB
·
Frekuensi : Tidak Teratur
·
Konsistensi : Keras
·
Warna : Kuning Kecoklatan
·
Keluhan : Sulit BAB
9.
Pola Istirahat dan Tidur
a.
Istirahat Siang : Tidak ada
b.
Istirahat Malam : 5-6 jam
c.
Keluhan : Kurang tidur
10. Personal hygiene
a.
Mandi : 2x sehari
b.
Gosok Gigi : 2x sehari
c.
Keramas : 3x seminggu
d.
Ganti Pembalut : 3x sehari
e.
Ganti Pakaian : 2x sehari
f.
Perawatan Payudara : 2-3x sehari
11. Olahraga
a.
Senam Nifas : Tidak dilakukan
b.
Frekuensi : Tidak dilakukan
12. Pola hidup sehat
a.
Merokok : Tidak ada
b.
Alcohol : Tidak ada
c.
Jamu : Tidak ada
13. Keadaan Psikologis : Ibu
merespon baik kelahiran bayinya
14. Keadaan Sosial
a.
Hubungan ibu dengan suami : Baik
b.
Hubungan ibu dengan keluarga : Baik
c.
Hubungan ibu dengan tetangga : Baik
15. Keadaan spiritual :
Ibu beribadah teratur
C. DATA OBJECTIVE
a.
Rambut : Bersih dan tidak berketombe
b.
Wajah : Tidak oedema
c.
Mata : Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik
d.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Tidak ada pembengkakan kelenjar
limfe
e.
Payudara
·
Pengeluaran : Colostrum (+)
·
Bentuk : Simetris kiri dan kanan
·
Putting susu : Menonjol
f.
Abdomen
·
TFU : 2 jari di bawah pusat
·
Kontraksi : Kurang baik (perut lembek)
·
Kandung kemih : Kosong
g.
Genitalia
·
Lochea
-
Warna : Merah segar
-
Jumlah : 530 cc
-
Bau : Amis
·
Perineum : Tidak ada luka robekan
h.
Ekstremitas : Tidak oedema, tidak ada varises dan
tanda tromboembolli
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.
Hb : 8 gram%
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab
terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering
untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi
karena kegagalan mekanisme ini. Atonia Uteri disebut juga sebagai suatu kondisi
dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (April,
2007).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan
lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus
perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih
dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah
kelahiran bayi (Ripley, 1999).
B. Saran
Untuk teman-teman semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Karena dengan mempelajari makalah ini kita
mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, yang sebelumnya
belum kita dapatkan. banyak sekali manfaat yang kita dapatkan jika mempelajari
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
James R Scott, et al. 2002. Danforth
Buku Saku Obstetric dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis
Obstetrik. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Heller, Luz. 1997. Gawat
Darurat Ginekologi dan Obstetric. Jakarta: EGC.
www.google.com